[Kesalahan] Masa Lalu



“Ded, menurutmu masa lalu seseorang (terutama pasangan) itu penting gak sih? Apakah kita harus menerima segala masa lalunya?”
“Hmm... tergantung sih.”


Ya. Jadi beberapa waktu yang lalu (udah agak lama juga sih), waktu pulang dari kampus kan aku dianterin temanku. Nah, waktu udah nyampe di kos, sesaat setelah turun dari motor, tiba-tiba temanku nanya pertanyaan seperti yang ada di awal entry ini.
Akan tetapi, waktu itu jawabanku ala kadarnya aja karena lagi capek banget setelah seharian beraktivitas di kampus. Selain itu, menurutku, pertanyaan seperti itu memerlukan pemikiran yang mendalam untuk menjawabnya. Apalagi, jawaban dari pertanyaan itu tidak bisa digunakan sebagai acuan umum untuk menyamakan segala kasus. Semuanya bergantung pada situasi, kondisi, dan pihak-pihak terkait.

Baiklah. Kita mulai diskusinya.
Jadi, seberapa penting masa lalu seseorang?
Menurutku SANGAT PENTING. Kenapa? Karena masa lalu dapat dijadikan sebagai salah satu penilaian terhadap seseorang. Selain itu, apa yang terjadi di masa lalu dapat membentuk karakter dan sikap seseorang di masa kini. Akan tetapi, perlu diingat bahwa masa lalu tidak bisa mutlak digunakan untuk memberi label pada seseorang. Boleh saja, seseorang memiliki masa lalu yang kelam. Akan tetapi, setiap orang bisa saja berubah dan setiap orang berhak mendapat kesempatan untuk menjadi lebih baik.
Kalau disambungin ke konteks pasangan nih (karena temanku sebenarnya nanya hal ini yang menyangkut tentang pasangan), menurutku masa lalu pasangan juga sangat penting dan patut dipertimbangkan. Apalagi jika seseorang itu, ingin kita jadi pasangan sehidup semati (alias partner dalam berumah tangga). Berdasarkan masa lalu pasangan, kita bisa tahu track record dan seberapa pantas kita menjadikan seseorang itu sebagai pasangan. Eitttssss!!! Tapi ingat, masa lalu tidak bisa lantas kita gunakan untuk menghakimi seseorang atau pasangan kita. Ingat, seiring berjalannya waktu, akan ada banyak perubahan yang terjadi.

Kalau udah ngomongin pasangan atau komitmen yang melibatkan dua orang secara khusus, tentu segalanya hanya bisa dikembalikan kepada kesepakatan kedua belah pihak. Makanya, jika memang berniat untuk menjadikan seseorang sebagai partner rumah tangga, sangat perlu untuk adanya pembicaraan secara mendalam, termasuk menyelesaikan atau mengklarifikasi tentang apa-apa yang terjadi di masa lalu. Hal ini penting untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bentrok dalam rumah tangga akibat “kesalahan masa lalu”. Akan tetapi, jika pasangan tidak ingin membahas masa lalunya, menurutku itu juga perlu dihargai. Mungkin baginya, pembicaraan masa lalu akan mengorek luka dan memunculkan kembali perasaannya sebagai orang yang berdosa. Berikan lah kepercayaanmu pada orang yang akan kau jadikan pasanganmu. Boleh waspada, tapi kita tetap harus menghargainya sebagai seorang manusia. Daripada terkesan mendesak untuk mengorek masa lalunya, alangkah lebih baik jika kita menyampaikan padanya bahwa kita percaya dan ingin menjadi orang yang lebih baik bersama (berdua). Harapannya sih, pasangan kita mau dan bisa menepati komitmen ini. Semoga saja!!!

Berlanjut ke pertanyaan selanjutnya. Perlukah kita menerima dan memaafkan masa lalu dari seseorang (pasangan)?
Ya, tentu saja. Tidak perlu diperdebatkan lagi. Kalau ngomongin alasannya, tentu gak jauh-jauh dari penjabaranku di paragraf-paragraf sebelumnya.
Untuk menjawab pertanyaan ini, sekaligus menutup entry yang bahasannya agak berat ini 😂, aku hanya ingin mengutip sebuah pepatah.

Every sinner has a future
And every saint has a past

Sekian. Ingat ya, jadilah orang yang tidak terbiasa untuk menghakimi dan menggeneralisir apapun itu. Kita hanya makhluk. Kita bukan Tuhan.
Segala di dunia ini sangat dinamis. Hati seseorang pun dengan mudahnya bisa terbolak-balik. Oleh karena itu, jadilah orang yang bijak. Jadilah orang yang tulus percaya namun tetap mawas diri.
Dan.... sebagai investasi masa depan, berbuatlah semaksimal dan sebermanfaat mungkin di masa kini. Aamiin.

Apakah kalian punya pendapat lain? Silahkan berkomentar saja 😀



Your blessed writer,


Dedy Setyawan




***Einaym Petuhoth***

Comments

Popular posts from this blog

Film Bertema Okultisme Bagian Kedua