Film Bertema Okultisme Bagian Kedua



Halo semua. Nah, kali ini aku mau ngebahas tentang film-film bertemakan okultisme yang lain. Setelah minggu lalu, film yang dibahas adalah film lokal, kali ini aku mau ngebahas film luar negeri yang bertemakan okultisme. Kali ini, ada dua judul film yang mau ku review, yaitu Rosemary’s Baby (1968) dan Hereditary (2018).

Poster Film Rosemary's Baby (1968) dan Hereditary (2018)
Yuk, mulai aja 👻

1.      Rosemary’s Baby (1968)
Film yang diadaptasi dari novel ini terbilang film yang sangat menonjolkan terkait sekte, okultisme, dan segala ritualnya. Film ini mengisahkan sepasang suami istri yang pindah ke sebuah kompleks apartemen. Nah, si suami bernama Guy merupakan aktor yang tidak terlalu terkenal. Nah, inilah yang melatarinya untuk turut bergabung ke dalam sebuah sekte dan secara tidak langsung “menyerahkan istrinya” untuk kepentingan sekte.

Rosemary's Baby (1968) || Sumber: dvdbeaver.com

Film besutan sutradara Roman Polanski ini menonjolkan kesan kuat berkaitan dengan okultisme melalui kesan implisit warna merah pada gaun yang sempat dipakai Rosemary dan dekorasi bunga mawar, ritual mating antara Rosemary dengan iblis, sihir jahat untuk mencelakai atau menghilangkan nyawa, akar tannis sebagai bagian ritual satanik yang awalnya disalahpahami oleh Rosemary sebagai suplemen untuk ibu hamil, penyihir, kalung antik, serta anagram. Film ini juga dengan apik menonjolkan sisi naluri keibuan dari Rosemary untuk tetap menyusui anaknya meskipun anaknya nampak “berbeda”.

Rosemary yang terkejut melihat anaknya || Sumber: ago.ca

Sayangnya, film Rosemary’s Baby ini menampilkan beberapa adegan dan gambar vulgar yang agak banyak. Wajar saja karena film ini mengisahkan tentang pasangan suami istri yang memang menginginkan kehadiran anak di dalam keluarga kecilnya. Selain itu, di akhir cerita, penonton tidak disuguhi seperti apa rupa dari anak iblis yang dilahirkan Rosemary. Dalam dialog antar tokoh, hanya disebutkan bahwa si anak yang bernama Adrian memiliki mata yang “berbeda”.
Film yang mencekam batin penontonnya dengan musik latar dan visualisasi yang terasa sangat mengganggu ini, kuberikan nilai 7,5.

2.      Hereditary (2018)
Sejauh ini, film Hereditary merupakan film horor ter-epic yang pernah kutonton (ini pendapat pribadi ya). Film berdurasi sekitar 2 jam 7 menit ini menakuti penonton tanpa mengandalkan banyak jump-scare dan sosok hantu yang menyeramkan. Lho terus seremnya dimana? Seremnya adalah karena film ini “menyerang” psikologi penonton. Ini nih seleraku. Kalau kalian tidak suka film ini, berarti kita tidak sealiran. Hahaha.

Poster Hereditary (2018) || Sumber: imdb.com

Konflik pada film ini mulai terjadi setelah si nenek (yang ternyata adalah seorang pimpinan sekte penyembah iblis bernama Paimon) meninggal. Kejadian-kejadian aneh dan insiden tragis pun terjadi pada keluarga yang ditinggalkannya. Insiden yang terjadi pada keluarga Graham itu, turut berkembang melalui peran si Ibu yang bernama Annie (diperankan Toni Collette). Pada akhirnya, seluruh keluarga itu meninggal dengan begitu tragis dan tubuh Peter (diperankan oleh Alex Wolff) akhirnya dapat dijadikan inang baru oleh Paimon. Ya, segala hal menyedihkan dan tragis ini memang telah diatur sedemikian rupa oleh anggota sekte (yang sepertinya sangat masif jumlahnya) untuk mencapai tujuan mereka yaitu menyediakan tubuh ideal bagi Paimon (tubuh seorang pria muda yang sehat). For your information, iblis Paimon ini memang ada ceritanya lho. Coba deh kalian cari di internet. Nah, ada satu teori yang mengaitkan pemilihan peran Peter adalah karena figur Alex Wolff yang seperti memiliki keturunan dari Middle East. Hal ini dikaitkan dengan kenampakan Paimon sebagai sosok yang menunggangi unta which is related to Middle East.

Alex Wolff dan Paimon

Seperti yang kubilang sebelumnya, film ini tidak mengandalkan jumpscare dan hantu mengerikan sebagai asetnya. Bahkan, di salah satu scene saat insiden yang menewaskan Charlie (diperankan Milly Saphiro), suasana hati dibuat tersiksa hanya dengan akting terkejut sekaligus frustrasi yang ditunjukkan oleh Peter melihat adiknya yang secara tidak sengaja tewas mengenaskan karenanya. Benar-benar tanpa musik tapi begitu membekas di hati penonton. Jenius. Sempurna.
Dalam film ini memang banyak adegan “mengganggu” bagi para penontonnya. Apalagi yang jijikan. Hal ini karena dalam film ini banyak adegan terpenggalnya kepala (yang mana merupakan ritual untuk pemindahan iblis Paimon). Nilai lebih dari film ini juga dimunculkan dari banyaknya rangkaian “puzzle” sepanjang filmnya yang mengharuskan penonton untuk detail memperhatikan setiap adegannya. Mungkin bagi beberapa orang, hal ini malah membosankan ya. Tapi, semakin kalian pelajari keterkaitan dari kode-kode misterius yang berkaitan dengan okultisme yang ada di dalamnya, kalian akan semakin jatuh cinta dengan film horor yang disutradarai oleh Ari Aster ini.
Sementara ini, film ini yang bikin aku rajin mendalami teori dan spekulasi setelah menonton filmnya. Keren parah. Film ini benar-benar berbobot dan kompleks serta berkesan SANGAT MENDALAM bagi yang udah nonton. Pemilihan karakternya juga pas banget. Waktu aku nonton ini, aku juga ngerasa dapat vibe-nya film Pengabdi Setan (2017) dan nuansa dark-nya The Exorcism of Emily Rose (2005). Coba deh kalian tonton dan diskusi sama aku deh kalau ada yang gak ngerti tentang filmnya.
Kurangnya film ini apa ya? Hmm hampir gak ada sih kayaknya. Ya, mungkin karena film ini terlalu penuh potongan misteri, jadi yang nonton harus konsentrasi penuh. Gak fokus dikit, bakalan ada pemahaman yang berkurang tentang filmnya. Sebenarnya, yang bikin kesan kurang baik tentang film ini malah dari beberapa oknum penonton yang niruin bunyi “cluck” yang sering dikeluarkan Charlie dari mulutnya dan nge-bully aktris Milly Saphiro karena fisiknya. Tolong coba apresiasi orang dari prestasinya dong. Dia aktris yang berbakat kok. Coba deh tonton video dia waktu diwawancara atau ketika dia nyanyi. She is very beautiful, talented, and smart.

My lovely Milly Saphiro 😍 || Sumber: popbuzz.com

Untuk film horor yang “berbeda” ini, aku kasih nilai 9.5 deh. Nilai 10 boleh gak sih? Hehehe. Aku sih gak terlalu berharap film ini ada sekuelnya karena menurutku ending-nya sudah cukup seperti itu saja. Ya, meskipun kita belum tahu bagaimana dan apa yang akan dilakukan Paimon dengan tubuh barunya itu.

Nah, begitulah entri tentang film bertemakan okultisme bagian keduanya. Dari film-film ini, kita dapat sedikit mengetahui bahwa di negara semaju Amerika yang notabene tidak terlalu percaya hal-hal klenik ternyata terdapat fenomena okultisme yang berkembang. Cerita tentang sekte itu bukan hanya rekaan saja. Banyak sekte yang memang pernah berkembang di sana dan mungkin masih ada sampai sekarang. You better learn to know it. Hihi.
Okay. Pesanku adalah sekali lagi jangan pernah penasaran, iseng, nekat, atau sukarela gabung ke sekte-sekte seperti itu. Karena sekali kau menjadi bagian di dalamnya, maka akan susah untuk lepas. Seandainya pun kau “bebas”, tetap saja keturunanmu yang akan menanggung konsekuensinya. It’s so endless. So, stay away from occultism.




Your inheritance writer,



Dedy Setyawan




***Einaym Petuhoth*** 

Comments

  1. Hereditary masih ada di bioskop?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Udah lama enggak yu. Aku juga nontonnya udah agak lama kok ini

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog