Fiksi Mini: Nasi Tampan
Perjalanan
pulang kampung kali ini terasa seperti biasanya. Perjalanan ini kutempuh dengan
menggunakan kereta api. Ya, semuanya benar-benar terasa sama seperti biasanya.
Tidak ada yang spesial. Setidaknya, sampai saat ini.
Dalam
perjalanan kali ini, aku sendirian. Alasannya sederhana yaitu tidak ada teman
yang bisa diajak pulang kampung bersama. Para penumpang lain yang saat ini
berada di sampingku dan di depanku sepertinya pun tidak terlalu ramah untuk
diajak bercengkerama. Setidaknya, itulah pendapatku. Tidak bosan-bosannya, aku
ingin mengatakan bahwa semuanya terasa monoton dan hampir membosankan.
Selang
beberapa menit kemudian setelah kereta meninggalkan stasiun, suasana mulai
sedikit berubah. Ada sedikit harapan bahwa aku akan merasa bahagia selama di
perjalanan. Coba tebak, apakah hal itu? Hmmm. Ya, hal itu adalah “pemandangan
indah”. Aku tidak sedang membicarakan pemandangan alam yang terlihat dari
jendela karena saat ini yang kukagumi adalah keindahan dari seorang manusia. Manusia
yang berjalan mondar-mandir antargerbong untuk menawarkan makanan.
“Ahh.
Benar-benar pemandangan yang indah. Perjalanku kali ini rasanya akan
menyenangkan,” batinku.
“Nasi...
nasi... lalapan, nasi rames, nasi goreng.”
“Mmm...
harusnya kau menjualnya dengan nama Nasi Tampan saja,” celetukku dalam hati.
Menyadari
aku yang terus menerus menatapnya sedari tadi sambil tersenyum-senyum,
pramugara kereta itu kemudian berkata, “Mau beli nasinya, Mbak?”
“O-oh
e-eng-gak, Mas,” jawabku terbata-bata sambil menggeleng-gelengkan kepala.
Kemudian
si Mas Nasi Tampan itu pun berlalu. Supaya dia tidak menyadari bahwa aku masih
seringkali mengamatinya, aku berusaha agar perbuatanku tidak terlalu mencolok.
Ya, aku menghindari agar tidak terlalu menarik perhatian seperti tadi
–menatapnya sejak masuk gerbong dan terus tersenyum-.
“Perjalan
ini jadi indah karenamu, Mas. Meskipun aku sedang tidak mood untuk beramah-tamah dengan penumpang lain, rasanya aku tidak
akan kesepian. Selama aku masih di dalam kereta, aku akan mensyukuri
kehadiranmu. Akan tetapi, aku sadar bahwa ini hanya rasa kagum yang sementara
saja. Benar-benar sesaat seperti perjalanan dengan kereta ini. Setelah aku
sampai di tempat tujuanku, semuanya ini akan berakhir. Pertemuan kita pun akan
berakhir. Tapi, aku sempat bahagia karenamu. Semoga kita akan bertemu lagi
dalam situasi dan kondisi yang lebih pantas 😁.”
Ya,
inilah fiksimini pertama yang kubuat. Hehehe. Jadi, tolong maafkan kalau
ceritanya mungkin agak cringey. Tetapi, aku berharap kalian bisa menyukainya.
-Si Mbak-
***Einaym Petuhoth***
Comments
Post a Comment