The Last Butterfly: Catatan Hati Si Kupu-Kupu Terakhir
“Mengapa cinta bisa membuat seseorang
melakukan segalanya? Dan, mengapa cinta bisa membuat seseorang menjadi buta?”
Well.
Itulah sedikit kalimat dilematis tentang cinta yang disajikan di sampul novel ini.
Novel “The Last Butterfly” merupakan novel karangan Arizu Kazura yang diterbitkan pertama kali pada tahun 2013. Novel
ini diterbitkan oleh Penerbit PING!!! (salah satu bagian dari Grup DIVA Press).
Novel ini dilabeli sebagai Korean
Romance karena ceritanya berlatarkan tempat di Korea dan nama-nama tokohnya
pun didominasi nama-nama Korea. Secara pribadi, menurutku kesan Korea-nya
kurang tergambarkan dengan baik sih. Hal ini karena hanya terdapat sedikit
penyebutan tempat-tempat di Korea dan latar tempat yang digunakan serasa bisa
ditemukan di negara manapun yang beriklim sama dengan Korea (Korea Selatan
khususnya).
Novel
“The Last Butterfly” menceritakan tentang kisah pelik kehidupan keluarga,
persahabatan, dan percintaan Park Min Ji. Konflik yang terbilang cukup
“sehari-hari” ini menjelma menjadi masalah yang kompleks setelah Ibu dari Park
Min Ji sakit keras dan akhirnya meninggal. Setelah itu, rahasia kelam yang
terkubur mulai terkuak, yaitu perselingkuhan ayahnya dengan seorang laki-laki bernama
Jung Hoon yang ternyata adalah sahabat dekat Park Min Ji. Dilematika Park Min
Ji juga bertambah dengan adanya ungkapan perasaan cinta dari juniornya (Seo Min
Woo) dan kebimbangan antara memilih Eun Ho (sahabat Min Ji sejak kelas 5 SD) atau
Hana Niriko (cinta pertama Min Ji).
“Sungguh suatu dosa besar bagiku
jika aku memberikanmu kesempatan itu dan membiarkanmu mengorbankan
kebahagiaanmu hanya untuk kebahagiaanku.”
Saat
membaca novel ini, sebenarnya aku lebih merasa sedang membaca cerita-cerita fan-fiction pada umumnya. Meskipun novel
ini disebut sebagai novel berlatar Asia, tapi aku kurang setuju dengan itu
karena ada perbedaaan rasa (feel)
saat membaca cerita fan-fiction dan
novel berlatar Asia. Kalau pengen tahu novel berlatar Asia itu seperti apa,
coba deh baca novel Sungkyunkwan Scandal
karya Jung Eun Gwol. Tenang,
kalian bisa baca versi terjemahannya aja kalau gak ngerti bahasa Korea.
Menurutku, hal ini terjadi karena novel “The Last Butterfly” ditulis oleh orang
Indonesia. Tentu cita rasanya akan berbeda dengan novel yang ditulis oleh orang
asli Korea.
Keunggulan
dari novel “The Last Butterfly” adalah jalan ceritanya yang menarik dan mudah
dipahami. Selain itu, juga lumayan banyak kata-kata manis yang bisa dijadikan kutipan
untuk bikin status atau caption nih๐
๐
๐
. Akan tetapi, penggunaan gaya bahasa yang terlalu formal dan kaku
membuat novel ini terasa agak aneh saat dibaca. Ada beberapa kalimat yang
terkesan layaknya terjemahan kasar dari bahasa Inggris. Novel ini lumayan bisa
dinikmati gaya bahasanya kira-kira mulai dari 3 bab terakhir (termasuk epilog).
Selain itu, aku juga kurang puas dengan penggambaran karakter Min Ji melalui
dialog dan perilakunya yang tidak sesuai dengan bagaimana seharusnya karakter
Min Ji yang dipaparkan di dalam kalimat. Secara keseluruhan, novel ini masih
lumayan bisa dinikmati kok karena topiknya tergolong ringan. Jadi, gak perlu
pusing mikir ala detektif. Hehehe.
Oh
ya, salah satu hal menarik dari novel ini adalah keberanian penulis untuk
mengangkat dan menjadikan ๐๐๐๐๐rainbow love๐๐๐๐๐ sebagai salah satu dasar utama
pengembangan cerita. Bahkan, hal ini juga dipaparkan secara gamblang di
ikhtisarnya. Untuk novel Indonesia, ini
benar-benar tidak terduga sih bagiku. Novel-novel Indonesia lain biasanya hanya
menjadikan “rainbow love” sebagai bumbu pelengkap saja yang tidak terlalu
diekspos dan diceritakan dengan bahasa yang sangaaaat halus dan terkesan
implisit. Ya, wajar saja. Penulis kan bikin buku dengan tujuan supaya bisa
diterbitin. Kalau topik yang diangkat ternyata kontroversial dan terlalu
blak-blak an, wah bisa gawat lah. Gagal terbit itu menjadi salah satu kegagalan
yang masih terbilang baik. Masih untung kalau gak diboikot dan dibakar massa.
Huehuehue.
“Ya. Semuanya benar. Benar bahwa
aku memang mencintainya. Benar aku memikirkannya. Juga benar bahwa aku memang
mengharapkan kehadirannya. Tapi, apakah pantas kalau aku ingin bersamanya?
Apakah pantas kalau aku berharap bisa bersama orang yang tidak sepantasnya
untuk dimiliki?”
So...
bagi kalian yang suka baca tapi gak pengen bacaan yang terlalu berat, novel ini
lumayan menarik untuk dibaca. Apalagi kalau kalian seorang kpopers/drapopers/fanboy/fangirl, makin wajib nih baca novel ini. Bagi kalian yang awalnya lebih suka baca cerita atau buku berbasis digital,
cobain deh baca buku dalam bentuk fisik. Sensasinya beda, chingu㉿.
Begitulah
review ku tentang novel “The Last Butterfly”. WAIT!!! Kalian sudah paham kah dengan maksud “Kupu-Kupu Terakhir”?
Baiklah, akan kujelaskan. Jadi, Min Ji itu ingin menjadi layaknya kupu-kupu
yang bisa berguna bagi orang-orang di sekitarnya dan selalu diharapakan
kedatangannya. Sementara itu, kata “Terakhir” ini berkaitan dengan Min Ji yang
akhirnya mampu membuat Jung Hoon menyadari kesalahannya. Hmm sebenarnya
kata-kata “Terakhir” dan penggunaan simbol atau frasa “Kupu-Kupu” ini juga ada
kaitannya dengan akhir cerita yang tragis di novel ini lho.
*ups. Gak boleh spoiler banyak-banyak. Hehe.
So, don’t forget to reading, ye.
Anytime and anywhere ๐.
Tuhan,
Jika cinta adalah napas
Aku ingin hidup seabad
Jika cinta adalah keindahan
Aku ingin selamanya memandang
Jika cinta adalah air mata
Aku akan tersenyum dalam duka
Jika cinta adalah duka
Aku tidak peduli betapapun sakitnya
Dan jika cinta adalah kebahagiaan
Maka biarkanlah aku merasakannya
Selamanya
Your Last Butterfly writer,
Dedy Setyawan๐
***Einaym Petuhoth***
Comments
Post a Comment