Leaving on A Jet Plane


Sumber: Tenor


I'm ... I'm ...
Gusil hanya berdiri mematung di pinggir tempat tidur sambil memandangi Dyan yang masih terlelap begitu pulasnya.
“Ummm... haruskah kubangunkan dia?” gumamnya dalam hati.
Akan tetapi, Gusil mengurungkan niatnya itu.

All my bags are packed, I'm ready to go
“Huft!!!” dengusnya kesal saat melihat koper dan tas yang telah tertata rapi. Tumpukan barang yang telah ter-packing rapi dalam koper dan tas hanya semakin mengingatkannya bahwa dia harus segera pergi meninggalkan kekasih kesayangannya itu.

I'm standin' here outside your door
Sambil menahan kekesalan dan kesedihan yang mendalam, Gusil pun bergegas ke luar rumah. Berdiri di dekat Dyan sambil memandanginya yang tengah tertidur, hanya akan semakin menyesakkan dada saja.
Ketika sampai di depan pintu, Gusil pun berhenti sejenak sambil memandang ke dalam rumah itu kembali.

I hate to wake you up to say goodbye
“Maaf, Dyan. Aku tak ingin membangunkanmu. Aku tak ingin melihatmu bersedih melihat kepergianku. Tolong jaga dirimu baik-baik saat ku tak ada di sampingmu,” gumam Gusil sambil mulai melangkahkan kakinya.

But the dawn is breakin', it's early morn
Baru beberapa langkah Gusil berjalan, dia memutarbalikkan badannya dan langsung berlari masuk ke dalam rumah.
Sambil menuju kamar Dyan, dia berkata dalam hatinya,  “Aku sangat benci saat fajar tiba. Aku benci saat pagi mulai datang. Ahhh kenapa aku tidak bisa lebih lama bersamamu. Kenapa kita harus tinggal berjauhan seperti ini?”

The taxi's waitin', he's blowin' his horn
Ketika telah memasuki kamar, Gusil mendengar suara klakson dari taksi yang terparkir di depan rumah. Akan tetapi, Gusil sama sekali tak menghiraukannya.
“Ahh mana mungkin supir taksi itu mengerti perasaanku yang sesaat lagi harus terpisah jarak dengan manusia yang sangat kusayangi ini?” kata Gusil dalam hati.
Sebenarnya, dia telah membayangkan wajah kesal supir taksi yang telah menunggunya selama kurang lebih lima belas menit itu. Akan tetapi, keengganannya untuk pergi meninggalkan kekasihnya untuk kembali ke negara tempatnya bekerja, telah mengalahkan bayangan itu.

Already I'm so lonesome I could die
Gusil pun  mulai mendekat ke arah Dyan. Sambil duduk di pinggiran kasur, dia mengusap halus rambut Dyan.
“Baru beberapa meter aku meninggalkanmu, kenapa aku bisa menjadi serindu ini, hah? Kamu pakai pelet apa sih? Niat banget kamu bikin aku tersiksa karena rindu,” katanya lembut sambil sedikit tersenyum mengamati wajah kekasih yang begitu dia sayangi itu.

So kiss me and smile for me
Saat Gusil mulai mendekatkan wajahnya ke wajah Dyan, Dyan pun terbangun. Setelah itu, Dyan mulai menggosok-gosok matanya. Menyadari wajah kekasihnya yang semakin mendekat, Dyan pun mengalungkan lengannya ke leher Gusil dan dia sedikit mengangkat kepalanya untuk mencium mesra Gusil.
“Good morning, honey😊😊😊.”
“Sayang, kamu mau ke mana sih pakai baju rapi kayak gitu?” sahut Dyan sambil berusaha untuk duduk.
“Hari ini kan tanggal 25 April. Kamu gak ingat?”
“Yep, ini hari Kamis. Kenapa?”
“Sayangku, aku harus balik ke Irlandia hari ini,” jawab Gusil sambil memegang dan mengusap lembut kedua tangan Dyan.

Tell me that you'll wait for me
Melihat kekasihnya yang tak memberikan respon, Gusil paham bahwa Dyan pasti sedang menahan kesedihannya. Apalagi sekarang, mata Dyan mulai berkaca-kaca.
“Sayang, kita harus sabar dulu untuk sementara ini. Kamu bakalan tetap kuat nungguin aku kan? Aku gak pergi kemana-mana kok. Aku cuma...”

Hold me like you'll never let me go
Belum sempat Gusil menyelesaikan perkataannya, Dyan langsung memeluk erat tubuh Gusil.
“Iya, Sayang. Aku kuat. Aku paham bahwa kamu juga harus kembali ke rutinitas pekerjaanmu. Aku akan selalu kuat dan aku akan selalu nungguin kamu kok.”
Mendengar pernyataan kekasihnya, Gusil merasa sedikit lega. Setidaknya, dia bisa sedikit tenang meninggalkan Dyan untuk sementara waktu ini.
“Pertengahan tahun, kamu susul aku ke Irlandia ya. Kalau memungkinkan, kamu move sekalian bareng aku.”
“Iya sayang, pasti. Kita kan juga udah ngerencanain itu.”

I'm ...
There's so many times I've let you down
Dengan berat hati, Gusil melepaskan pelukannya. Melihat kekasihnya yang menunduk itu, dia langsung tahu bahwa Dyan pasti sudah menangis. Gusil pun langsung memegang lembut kembali kedua tangan Dyan.
“Sayang, aku minta maaf ya kalau selama ini sering bikin kamu sedih, bete, atau kecewa. Aku tahu aku seringa salah dan aku sangat menghendaki semisal kamu mau sedih, bete, atau kecewa.”

So many times I've played around
Sebelum melanjutkan perkataanya, Gusil menghela napas sejenak. Sungguh berat menenangkan hati Dyan dalam kondisi seperti ini. Kondisi di mana Gusil juga merasa kalut karena harus meninggalkan Dyan.
“Aku tahu terkadang aku melakukan hal-hal yang membuatmu ragu. Tapi kamu harus tahu, aku selalu berjuang. Untuk aku. Untuk kamu. Untuk kita.”

I'll tell you now, they don't mean a thing
Gusil pun mencoba untuk membuat Dyan mau menatapnya. Benar saja, air mata telah membasahi kedua pipi dari manusia yang selalu terlihat imut bagi Gusil itu.
“Sayangku, semua yang telah kita lalui saat ini memang begitu dinamis dan berat. Aku juga ngerasa kayak gitu. Tapi, semakin hari, hal-hal itu akan semakin menguatkan kita. Jalan kita masih panjang. Kebersamaan kita pun bukan cuma untuk sesaat kan? Kamu ingat itu kan?

Every place I go, I think of you
Every song I sing, I sing for you
“Tapi, kamu mesti kangen aku gak sih? Mesti kepikiran aku gak sih?”
Gusil pun tertawa mendengar pertanyaan itu.
“Sayaaang... pertanyaanmu lho,” jawab Gusil sambil mencubit pipi Dyan dengan gemas dan kemudian kembali berkata, “ya pastilah. Saat kita harus LDR-an, HP jadi barang yang gak pernah lepas dari genggamanku. Aku pengen banget selalu in touch sama kamu.”
“Makasih sayang,” jawab Dyan sambil agak murung.
“Kemanapun aku pergi, aku selalu mikirin kamu. Setiap lagu yang aku nyanyikan, itu buat kamu seorang. Kamu tahu itu kan?”
Dyan pun merespon dengan mengangguk dan kemudian tersenyum semanis mungkin. Dia tahu bahwa kekasihnya itu begitu menyukai senyumnya.

When I come back I'll wear your wedding ring
“Nanti pada saatnya, aku akan datang bawa pengikat.”
“Huh? Tikus dong? Kan hewan pengikat.”
“Tikus muluuuu. Dan itu hewan pengerat bukan pengikat, gemesku. Duh.”
“Siap, komandan. So, is it a ring?”
“A wedding ring definitely.”

Now the time has come to leave you
Ketika sedang menikmati momen-momen kebersamaan mereka itu, suara klakson yang berulang dari luar rumah mengagetkan mereka.
“Sayang, kayaknya aku harus segera pergi deh sebelum dimarahin supir taksi. Hehehe.”

One more time, oh, let me kiss you
“Iya, Sayang.”
Mereka pun berciuman untuk terakhir kalinya. Ciuman yang tentu saja begitu berhasrat dan berarti bagi mereka berdua.

And close your eyes and I'll be on my way
“Aku sebenarnya berharap kau tidak perlu melihat kepergianku,” kata Gusil dalam hati.
Gusil memang sudah berniat meninggalkan Dyan sedari tadi. Saat Dyan masih terlelap tidur. Akan tetapi, ya, mungkin memang sebaiknya seperti ini. Setidaknya mereka bisa menikmati momen-momen terakhir mereka sebelum harus kembali LDR-an lagi.

Dream about the days to come
When I won't have to leave alone
About the times that I won't have to say ...
Dyan pun mengantarkan kekasihnya itu hingga ke depan rumah. Setelah itu, Dyan langsung memeluk erat kekasihnya. Dia tahu dia akan sangat merindukan kekasihnya itu. Akan tetapi, dia juga tidak bisa menghalangi kekasihnya untuk melanjutkan kehidupannya dan mengejar mimpi-mimpinya.
Dalam pelukan yang begitu hangat, Gusil berkata, “Akan tiba suatu hari di mana aku gak perlu ninggalin kamu sendirian. Akan ada saatnya kita gak perlu berjauhan kayak gini.”

'Cause I'm leaving on a jet plane
Perpisahan yang harus mereka lalui itu pun mau tidak mau harus terjadi. Gusil pun bergegas masuk ke dalam taksi. Dia harus bergegas agar tidak tertinggal oleh pesawat. Dia pun merasa tidak enak jika harus membuat supir taksi itu menunggu lebih lama lagi.

I don't know when I'll be back again
Dari dalam jendela mobil, dia melemparkan senyuman ke Dyan. Dia melihat kekasihnya itu tampak begitu tegar. Padahal, dia sangat tahu kalau Dyan pasti sedang merasa begitu sedih. Tepat seperti kesedihan yang juga dirasakannya saat ini.

Oh, babe, I hate to go
Gusil pun sebenarnya tidak rela pergi meninggalkan Dyan. Tapi mau bagaimana lagi, untuk saat ini, LDR menjadi sebuah keharusan bagi mereka.
Taksi pun melaju pergi. Semakin lama, jarak semakin terasa bertambah lebar. Sambil menoleh ke belakang, Gusil pun berkata dalam hati, “Kita pasti akan segera ketemu lagi, Sayang.”
Seperti memiliki telepati, Dyan pun mengamini dalam hati.
“Kita pasti akan segera bersama lagi, Sayang.”





*Song: Leaving on a Jet Plane - John Denver




Your lover,



Dedy Setyawan




***Einaym Petuhoth*** 

 


Comments

Popular posts from this blog

Film Bertema Okultisme Bagian Kedua