It’s Time for Givin’ Up
Giving up.
Menyerah.
Kata-kata tersebut
umumnya selalu terkesan negatif.
Well.
Menurutku, tidak selamanya kata-kata “menyerah (giving up)” selalu berkaitan dengan sifat pesimistis dan pecundang.
Bahkan, terkadang kita memang harus menyerah untuk beberapa hal.
Untuk kegiatan-kegiatan
yang positif, seperti mengejar impian dan menebar kebaikan, persistensi
(kegigihan) rasanya mutlak diperlukan. Oleh karena itu, tak boleh ada kata
menyerah yang terselip di dalamnya. Kenapa? Ya, karena menyerah melakukan hal
yang baik akan secara otomatis membuatmu dijuluki “Orang Jahat”.
Akan tetapi,
saat tujuan baik itu terasa sulit bahkan tidak mungkin untuk digapai, ada kalanya
kita harus menyerah. Yups. M-E-N-Y-E-R-A-H. Menyerah bukan untuk mencalonkan
diri sebagai pecinta keburukan. Bukan pula, menyerah dalam melakukan hal-hal
yang baik dan menebar kebermanfaatan. Tetapi, menyerah untuk setidaknya
menghargai diri. Menghargai kapasitas diri. Menyerah untuk merelakan hal-hal
mustahil yang tak bisa digapai untuk semata-semata membuka diri pada kesempatan
yang baru dengan jalan cerita yang baru. Dalam kasus ini, kata-kata menyerah
akan bisa lebih diterima jika diubah menjadi pasrah/ikhlas/rela.
Ada satu lagi
kasus dimana kita harus tahu kapan saatnya bersikap menyerah. Lebih tepatnya,
berhenti melakukan kebodohan dan buang-buang waktu serta energi.
Kapan???
Saat kita
terlalu berfokus pada seseorang atau sesuatu yang tidak seharusnya, tidak
perlu, dan tidak ada gunanya. Untuk hal ini, agak complicated sebenarnya. Hal ini dikarenakan ukuran atau standard “tidak
seharusnya”, “tidak perlu”, dan “tidak berguna” bagi setiap orang itu
berbeda-beda.
Kalau berdasarkan
pendapat pribadiku nih, ada beberapa kriteria untuk MENYERAH dalam kasus
seperti ini.
Pertama,
berhentilah mengejar sesuatu atau seseorang yang pada akhirnya, tak akan pernah
ada dalam orbitmu. Well, for example,
unrequited love. Hal kayak gini mah fix
harus dihentikan. Karena, saat kau nekad untuk meneruskan kegigihanmu dalam hal
ini, yang kau dapat hanyalah rasa sakit hati, pengharapan semu, dan kenyataan
yang pahit.
Kedua,
berhentilah mengalokasikan waktu dan energi pada sesuatu atau seseorang yang
tak pernah memberikan secuil feedback
atau bahkan tak pernah menganggapmu sebagai sosok yang signifikan dalam ruang
lingkup kehidupannya. Memang sih, sejak kecil kita diajarkan untuk berbuat
kebaikan tanpa pamrih. Tapi, dalam kasus ini, penerapannya berbeda karena orang
atau sesuatu yang tak pernah menganggapmu signifikan dalam hidupnya adalah
orang yang bisa dibilang sebagai orang
tidak tahu diri. Tahu apa hal terburuk dari orang yang tidak tahu diri? DIA
AKAN MEMBUATMU SAMA SEPERTINYA. MENJADI ORANG YANG TIDAK TAHU DIRI. Sederhana
saja, kau akan mulai acuh dengan kondisi badanmu, psikismu, hati, dan
perasaanmu. Lambat laun kau akan jauh dari semua target ideal kehidupanmu dan
kenyamanan atau ketenteraman hati. Lalu, pada akhirnya kau akan semakin
terpuruk karena orang tidak tahu diri itu hanya menganggapmu layaknya random stranger yang dia temui di suatu
jalan atau tempat, yang rupanya tak dikenal, dan seiring waktu maka akan terlupakan.
Hilang bersama waktu #eaaaaa.
So,
yeah.
Bagiku, menyerah itu terkadang diperlukan alias dibutuhkan. Tentu, pada
kasus-kasus tertentu. Sebelum terlambat, segera sadarilah kapan harus menyerah.
Menyerahkan semua. Melepaskan semua. Merelakan semua. Membiarkan semuanya
beranjak pergi. Kemudian, mengikhlaskannya.
Jika sudah
menyadari kapan harus berhenti, maka berhentilah. Entah berhenti untuk jangka
waktu yang lama atau hanya berhenti untuk sejenak saja. Yang terpenting,
bersiaplah memulai kembali sebuah awal yang baik dan baru ketika kau telah
memutuskan berhenti sebelumnya.
Jadi, menyerah
itu boleh? Boleh saja. Karena menyerah adalah secuil bagian penyempurna kisah
hidup manusia.
Yes. Itulah pendapatku
tentang Giving Up atau Menyerah. Postingan ini kuberi label baru yaitu
#DiskusiOpini. Jadi, buat kalian yang nantinya baca ini, kuy diskusi dan sharing cerita. Jangan cuma read doang dong😂
Silahkan cerita
pendapat kalian tentang menyerah atau bisa juga cerita tentang kisah hidup yang
ada kaitannya dengan menyerah
Can’t
wait for your responses😘😉😊
Your "Giving-Up" Writer
Your "Giving-Up" Lover
Dedy Setyawan
***Einaym Petuhoth***
Comments
Post a Comment