Merindukanmu
“Jangan rindu. Rindu itu berat. Biar aku saja.”
Ya... kurang
lebih begitulah kata si Dilan buat si Milea. Pencitraan bahwa si Dilan adalah
manusia terkuat di dunia karena siap menanggung rindu atau setidaknya dia ingin
terlihat kuat bagi Milea karena siap menanggung rindu.
Well...
tapi bukankah merindukan seseorang itu jadi hak setiap manusia?
Kalian juga
pasti pernah kan merindukan seseorang. Mulai dari keluarga, teman atau sahabat,
pacar atau mantan, idola, atau bahkan musuh.
Rindu
itu lumrah. Rindu itu wajar. Tak peduli seberapa berat dan seberapa menyiksanya
rindu itu.
Pada entry kali ini, aku pengen sedikit
berbagi cerita bahwa akhir-akhir ini aku sedang sangaaaaat merindukan
seseorang. Seseorang yang sempat menjadi seseorang yang spesial di dalam
kehidupanku. Tak perlu kusebut namanya, cukup aku saja yang tahu. Kalau kalian
sudah tahu, ya tak mengapa. Sini hubungin aku dan kasih tips buat
“menyelesaikan” rasa rindu ini. Hehehe.
Jadi...
Sebenarnya aku
tidak sedang menyibukkan diri untuk memikirkan orang itu. Jadi, aku tidak
sedang uji nyali dengan menantang memori-memori lamaku tentang dia untuk
kembali muncul ke permukaan.
Awal dari
kejadian rindu tak berujung ini (#eaaa) bermula ketika suatu malam tiba-tiba
aku memimpikannya. Aku gak tahu kenapa bisa begitu dan apa maksud dari mimpi
itu. Intinya, di mimpi itu, aku ketemu dia dan kita mencoba menyelesaikan
kesalahpahaman yang terjadi di masa lalu.
Setelah mimpi
itu, akhirnya aku kepikiran terus dan hasilnya adalah aku sedang dalam masa-masa
merindukannya. Huhuhu. Benar kata Dilan, rindu itu berat. Tapi, aku harus
menanggungnya.
Akan tetapi,
rindu kali ini agak bikin aku jadi orang yang “ogeb”. LOL
Why??? Karena
aku melakukan hal-hal aneh dan tidak seharusnya dalam rangka menuntaskan rasa rindu
ini.
Mulai dari update status atau stories tentang “kita” yang sebenarnya sudah tidak mungkin alias nonsense, trying to reach that person by contacting that person, melakukan
kebiasaan stalking ala detektif untuk
bisa tahu atau kembali berkomunikasi dengannya.
Aku sadar sih
kalau aku gak seharusnya melakukan hal itu. Setiap kali aku melakukan hal bodoh
itu, aku selalu menyesal. Tapi, ya mau bagaimana lagi. Aku sudah terlanjur
melakukannya dan seperti ketagihan untuk melakukannya.
--dasar masochist—suka menyiksa diri untuk
mendapatkan kesenangan -_-
Sempat sih baca
dari status teman, kalau kita lagi memimpikan seseorang, berarti yang
sebenarnya sedang rindu adalah orang yang kita mimpikan itu. Sempat sih jadi
agak GR gara-gara itu. Tapi, aku menolak gila. Aku mencoba untuk kembali waras.
Ya, untungnya, sahabatku juga ngingatin sih.
“Ded, kalau
memang dia lagi rindu kamu, pasti dia akan usaha buat ngehubungin kamu.”
Sialnya, namanya
sahabat ya. Habis ngademin hati, tetap aja akhirnya nge-bully. Hahaha.
“Ded, kamu ingat
jalan ini gak?”
Yang dia maksud
adalah jalan yang pernah kulalui bareng “seseorang yang sedang kurindukan” saat
dia lagi berkunjung di Malang.
“Ya, ingat lah.
Itulah kenapa aku pengen cepat-cepat pindah dari Malang. Terlalu banyak tempat
yang bikin ingat.”
“Ya, kalau lu pindahnya ke Jogja, ya sama aja.”
“Yeee. Jogja kan
luas. Mana mungkin pasti ketemu dia. Lagian seandainya aku jadi pindah ke sana,
dia juga lagi sibuk nyiapin skripsinya. Dan kampus dia luas, dan aku pun gak
ada keperluan buat ngedatangin kampusnya.”
.....
Ya, begitulah
sedikit curahan hatiku tentang rindu. Ya, aku akui bahwa terkadang aku memang
merindukan orang-orang yang seharusnya lebih baik tidak kupikirkan dan
kurindukan lagi.
Tapi, mau
bagaimana lagi. Sudah terlanjur ada kenangan yang tergores dalam lembaran
kehidupanku.
Mana bisa
disuruh lupa??? Kan aku gak amnesia.
Bagiku, move on itu bukan tentang melupakan atau
menghapuskan kenangan. Hal itu gak mungkin dilakukan. Inti dari moving on itu adalah bagaimana cara kita
menekan perasaan dan memperlakukan kenangan masa lalu dengan sebagaimana
mestinya. Tentu setiap orang punya cara masing-masing untuk melakukannya.
Kalian punya
tips untuk menyelesaikan rasa rindu ini?
Please
let me know ;)
Your missing writer,
Dedy Setyawan
***Einaym Petuhoth***
Comments
Post a Comment